Friday 5 April 2013

I’m not Different : The Ambition

Ahhh....posting pertama saya di BAKTERI!
Ini satu cerita yang terinspirasi dari sebuah penyakit yang telah berhasil menarik perhatian saya. Disleksia. Saya masih pemula. Banyak typo dan kesalahan EYD harap jangan di comment :)
OK...check it out, guys~
***
            Aku berjalan menyusuri koridor panjang yang diapit oleh deretan ruang kelas XII dengan setumpuk kaset dipelukanku.
            Kuperlambat langkahku saat tidak sengaja menemukan sosok itu di balik salah satu pintu kelas. Dari sudut mata, aku yakin ia sekilas melirik padaku. Namun hanya sebuah lirikan yang tak berarti. Tanpa satu pun makna yang tersirat.
            Dengan sedikit rasa kecewa, aku terus melangkahkan kakiku menuju studio musik yang ada di ujung koridor.
            Aku berhenti di depan pintu. Dengan susah payah, aku mencoba menahan tumpukan kaset ditanganku menggunakan lutut. Kugeser pintu itu ke kanan lalu masuk dan meletakkan kaset-kaset itu di meja dekat piano.
            Tempat ini sudah terasa seperti rumah keduaku, atau mungkin lebih nyaman. Di sini aku selalu merasakan ketenangan dan dari sini aku dapat memperhatikannya saat pulang sekolah.
Aku menyalakan televisi dan memutar salah satu kaset di DVD player.
            Kubenarkan letak kacamataku sambil duduk di bangku depan televisi. Setelah tayangan di televisi muncul, aku segera menyambar sebuah gitar yang berada di dekat bangku.
            Mataku lekat mengamati tayangan di televisi, sesekali aku memindahkan letak jariku dari senar yang satu ke senar yang lainnya sesuai instruksi yang kudengar.
            Yah. Aku sedang berusaha memainkan gitar. Bukan memainkan, tapi berusaha mengingat letak masing-masing kunci nada.
            Setiap hari dalam 2 bulan terakhir, aku selalu berada di sini saat istirahat dan setelah pulang sekolah. Aku hanya punya satu tujuan. Aku harus bisa memainkan lagu itu. Harus!
            Hanya satu lagu, kedengarannya mudah. Namun tidak bagiku. Menghafalnya sangat-sangat sulit. Bahkan dalam dua bulan aku belum dapat mengingat letak kunci nada, dan lagi aku belum menghafal liriknya.        
Kadang aku merasa putus asa dan ingin menyerah. Karena itulah aku membuat lukisan wajah oval dengan mata hazel itu dan menempelkannya di dekat jendela. Jadi saat melihat wajahnya, keputus-asaanku akan musnah seketika.
            Aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku harus bisa memainkan lagu ini. Lagipula ini hanya satu buah lagu, tak akan terlalu sulit.
Aku benar-benar harus bisa memainkannya! Karena ia berkata ingin mendengarkan lagu ini, maka aku harus bisa!
***
Matahari sudah menenggelamkan separuh bagiannya. Aku masih berada di dalam taksi yang akan mengantarku pulang. Setelah berlatih selama tiga jam dan membuat ujung jari-jariku memerah, aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Lagipula, mama akan sangat marah jika aku pulang melebihi jam 6 sore.
“Berhenti di ujung gang depan, Pak!” kataku sambil menyiapkan selembar uang dari dompet.
Tak lama kemudian, taksi yang kutumpangi berhenti. Aku segera menyerahkan uang itu kepada pak supir yang menerimanya dengan senyum ramah.
Aku berjalan lunglai ke dalam rumah. Kenapa aku merasa sangat lelah? Mungkin karena aku terlalu memikirkan banyak hal.
“Ashla,” panggil mama saat aku tengah menaiki tangga.
Aku menolehkan kepalaku lalu memaksakan sebuah senyum, “Ya?”
“Sudah makan?”
“Tadi di sekolah.” Kataku sambil mengangguk pelan.
Aku kembali menaiki tangga menuju kamarku.
Pintu kamar kututup rapat lalu menguncinya. Kulempar tasku ke ranjang yang berlapiskan seprai biru muda.
Kutekan remote control yang ada di meja kemudian terdengar sebuah lagu mengalun lembut.
It’s so big, big world..
Yah, dunia ini memang besar! Sangat besar. Namun kenapa aku harus termasuk dalam bagian itu? Aku tak menyukainya. Membencinya. Dari sekian banyak manusia, kenapa harus aku? Penderitaan yang kualami sudah cukup berat tanpa bagian ini.
Sekuat apapun aku berusaha, aku tak pernah bisa memecahkannya. Bodoh!
Hal ini benar-benar menggangguku. IQ-ku 165, tapi aku terlihat seperti orang bodoh. Sebodoh-bodohnya manusia, aku jauh lebih bodoh. Mereka masih jauh beruntung dariku.
Ah! Kepalaku sakit. Aku tak ingin memikirkannya lagi, tapi tak bisa. Aku mencoba tidak peduli, tapi justru membuatku semakin frustasi.
Aku berbaring di ranjang sambil memeluk sebuah teddy-bear berwarna cokelat.
Kurogoh sebuah botol kecil yang ada di laci lalu mengambil sebutir pil dari dalamnya. Kutelan pil itu segera.
Aku ingin beristirahat sebentar. Hanya sebentar saja. Sebelum matahari muncul dan memaksaku untuk melakukan hal-hal yang membosankan. Kecuali aku bertemu dengannya besok.
***
           “Pagi, ma!” sapaku di meja makan.
           “Pagi, ini bekalmu.”
            Mama mendorong sebuah kotak makan kepadaku. Aku segera memasukkannya ke dalam tas dan melanjutkan makanku.
            “Sepedamu?” Tanya mama sambil mengoleskan selai nanas ke roti Trevor, adikku.
            “Aku meninggalkannya di sekolah.” Jawabku dengan mulut penuh.
             Mama menghentikan gerakan tangannya lalu memandangku, “Eh?”
            “Kemarin kepalaku sakit, jadi aku pulang menggunakan taksi.”
             Mama langsung mendekatiku sebelum aku menyelesaikan kalimat itu, “Kau sakit?” ujarnya dengan nada khawatir.
            “Tidak, hanya saja…aku memikirkan banyak hal akhir-akhir ini.”
             Wanita itu menatapku heran, “ Ada apa?”
            “Bukan sesuatu yang penting. Sekarang aku baik-baik saja.”
              Ia menghela nafas lega sementara aku merasa bersalah karena sudah membuatnya khawatir. Aku meminum susu di gelasku lalu beranjak dari kursi.
            “Aku berangkat.” Kataku.
            “Apa perlu Trev memboncengkanmu?” Tanya mama.
            No! Aku tidak mau!” jawab Tevor sambil menuruni tangga.
             Aku memandangnya kesal sambil menjulurkan lidahku yang dibalasnya dengan dagu terangkat.
            “Tidak perlu, aku akan naik taksi. Aku tidak mau membuat adikku yang manis harus berputar dua kali untuk mengantarku sekolah. Aku pergi dulu, see ya!
             Di luar rumah aku bisa mendengar mama memarahi Trevor. Aku terkikik geli. Rasakan itu!
             Aku menyetop taksi di ujung gang. Hari-hariku yang membosankan segera dimulai.
***
             Aku membuka bekal makan siangku di kantin sekolah. Nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Sepertinya enak. Aku menyendok dan memasukkannya ke dalam mulut. Masakan mama selalu yang terbaik.
            “Boleh duduk di sini?” Tanya seseorang.
             Aku mendongakkan kepalaku, merasa mengenali suara itu. Walau hanya dua kali mendengarnya secara dekat, aku sudah merekam permanen di memori otakku.
             Saat aku melihat mata hazel itu, kurasakan angin berdesir di dadaku. Itu benar-benar dia.
             Entah seperti terhipnotis, aku menganggukkan kepalaku. “Tentu.” Jawabku parau.
             Kali ini ia benar-benar duduk dihadapanku. Menikmati makan siang bersamaku. Tiba-tiba ingatanku kembali ke dua bulan yang lalu. Saat ia juga duduk dihadapanku, dengan posisi yang sama.
Flashback..
Aku masih belum percaya dengan penglihatanku sendiri. Selama dua tahun, ini pertama kali aku bisa melihat wajahnya sedekat ini! Awesome~
“Tidak makan?” ujarnya, mengagetkanku.
Aku tersenyum salah tingkah lalu melanjutkan makanku.
“Aku menyukai..lagu ini.”
Aku berhenti makan dan menatapnya, “Eh?”
“Lagu ini, kau tak tahu? ..cause I wanna wrap you up..” katanya sambil menyenandungkan lagu yang sedang diputar melewati radio sekolah. Aku mendengarkan lagu itu, bagus.
“Aku ingin seseorang memainkannya untukku.”
Aku terdiam. Ia kembali dengan makan siangnya. Sementara aku terus memandang rambut cokelat dan mata hazel-nya.
Play it for me…if you can.
Sorry?” aku berusaha menyakinkan pendengaranku.
Ia tersenyum manis, sangat manis. “Ah, aku hanya bercanda.”
Bercanda. Are you joking me? Aku tak menganggap itu lelucon. Karena kau mengatakannya, maka aku anggap itu sebuah permintaan. Sebuah hutang dan janji yang akan aku tepati.


To be continue…

Hahahaha...!!!!! Terlalu aneh, ya? Masih berlanjut, kok. Harap ditunggu.. :))
See ya!! (^__^)/

1 comment:

  1. have done!!
    aduh buruan dong, ini belum ada disleksianya --"
    penasaran banget sama ceritanya ^^

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...